BAB I
PENDAHULUAN
Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti
mengalami perubahan-perubahan. Berdasarkan sifatnya, perubahan yang terjadi
bukan hanya menuju ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah
kemunduran. Perubahan sosial yang terjadi memang telah ada sejak zaman dahulu.
Ada kalanya perubahan-perubahan yang terjadi berlangsung demikian cepatnya,
sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya. Berikut ini beberapa ilmuwan
yang mengungkapkan tentang batasan-batasan perubahan sosial. Gillin dan Gillin
menyatakan bahwa perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup
yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan,
dinamika dan komposisi[m1]
penduduk, ideologi, ataupun karena adanya penemuan-penemuan baru di dalam
masyarakat.
Samuel Koenig menjelaskan
bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam
pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena
sebab-sebab intern atau sebab-sebab ekstern. Selo Soemardjan menjelaskan
bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi istem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan unsur-unsur atau struktur
sosial dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan
yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Interaksi Sosial
Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling
berhubungan , dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang
dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.
Maryati , dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa,
“Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi
, dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu , dan
kelompok” Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko , dan Handayani (2004),
“Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses
pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap , dan pada akhirnya
memungkinkan pembentukan struktur sosial”
“Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila
terdapat suasana saling mempercayai, menghargai, , dan saling mendukung”
(Siagian, 2004). Berataskan definisi di atas maka, penulis dapat menyimpulkan
bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling
mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar
kelompok maupun atar individu , dan kelompok.
1. Macam-macam
Interaksi Sosial
Menurut
Maryati , dan Suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
a.
Interaksi antara individu , dan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi
positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika jika hubungan yang terjadi
saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan
satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
b.
Interaksi antara individu , dan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara
positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu , dan kelompok
bermacam – macam sesuai situasi , dan kondisinya.
c.
Interaksi sosial antara kelompok , dan kelompok
Interaksi sosial kelompok , dan kelompok terjadi
sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua
perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.
2. Bentuk –
Bentuk Interaksi Sosial
Berataskan
pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dikategorikan ke dalam
dua bentuk, yaitu:
a.
Interaksi sosial yang bersifat
asosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk – bentuk asosiasi (hubungan atau
gabungan) seperti :
o
Kerja sama Adalah suatu usaha
bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
o
Akomodasi Adalah suatu proses
penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi , dan kelompok – kelompok
manusia untuk meredakan pertentangan.
o
Asimilasi Adalah proses sosial
yang timbul bila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang
berbeda, saling bergaul secara intensif dalam jangka waktu lama, sehingga
lambat laun kebudayaan asli mereka akan berubah sifat , dan wujudnya membentuk
kebudayaan baru sebagai kebudayaan campuran.
o
Akulturasi Adalah proses sosial
yang timbul, apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur – unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian
rupa sehingga lambat laun unsur – unsur kebudayaan asing itu diterima , dan
diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
dari kebudayaan itu sendiri.
b.
Interaksi sosial yang bersifat
disosiatif, yakni yang mengarah kepada bentuk – bentuk pertentangan atau
konflik, seperti :
o
Persaingan Adalah suatu
perjuangan yang dilakukan perorangan atau kelompok sosial tertentu, agar
memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman
atau benturan fisik di pihak lawannya.
o
KontravensiAdalah bentuk proses
sosial yang berada di antara persaingan , dan pertentangan atau konflik. Wujud
kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun
secara terang – terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau
terhadap unsur – unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat
berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau
konflik.
o
Konflik Adalah proses sosial
antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat a, danya perbedaan
paham , dan kepentingan yang sangat menatas, sehingga menimbulkan a, danya semacam
gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara mereka yang
bertikai tersebut.
3. Ciri-ciri
interaksi social
Menurut Tim Sosiologi
(2002), ada empat ciri – ciri interaksi sosial, antara lain:
a.
Jumlah pelakunya lebih dari
satu orang
b.
Terjadinya komunikasi di antara
pelaku melalui kontak sosial
c.
Mempunyai maksud atau tujuan
yang jelas
d.
Dilaksanakan melalui suatu pola
sistem sosial tertentu
4. Syarat –
Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Berataskan
pendapat menurut Tim Sosiologi (2002), interaksi sosial dapat berlangsung jika
memenuhi dua syarat di bawah ini, yaitu:
a.
Kontak social
Adalah
hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya
interaksi sosial, , dan masing – masing pihak saling bereaksi antara satu
dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik.
b.
Komunikasi
Artinya
berhubungan atau bergaul dengan orang lain.
B.
Masyarakat Islam
1.
Masyarakat
Manusia
merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta
alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan,
keinginan dsb manusia memberi reaksi , dan melakukan interaksi dengan
lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang
berkesinambungan dalam suatu masyarakat.
Berikut
di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi
dunia.[1]
a.
Menurut Selo Sumardjan
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama , dan menghasilkan kebudayaan.
b.
Menurut Karl Marx masyarakat
adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau
perkembangan akibat a, danya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi
secara ekonomi.
c.
Menurut Emile Durkheim
masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan
anggotanya.
d.
Menurut Paul B. Horton & C.
Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup
bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok / kumpulan manusia tersebut.
2.
Faktor-Faktor / Unsur-Unsur
Masyarakat
Menurut
Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini :
a.
Beranggotakan minimal dua
orang.
b.
Anggotanya sadar sebagai satu
kesatuan.
c.
Berhubungan dalam waktu yang
cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi , dan
membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat
d.
Menjadi sistem hidup bersama
yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota
masyarakat.
3.
Ciri / Kriteria Masyarakat Yang
Baik
Menurut
Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpolan
manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat.
a.
Ada sistem tindakan utama.
b.
Saling setia pada sistem
tindakan utama
c.
Mampu bertahan lebih dari masa
hidup seorang anggota.
d.
Sebagian atan seluruh anggota
baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia.
C.
Interaksi social
masyarakat islam
1.
Adab Interaksi Sosial dalam
Kehidupan Muslim
Manusia
adalah makhluq sosial, dia tak bisa hidup seorang diri, atau mengasingkan diri
dari kehidupan bermasyarakat. Dengan atas penciptaan manusia yang memikul
amanah berat menjadi khalifah di bumi, maka Islam memerintahkan ummat manusia
untuk saling ta’awun, saling tolong-menolong, untuk tersebarnya nilai rahmatan
lil alamin ajaran Islam. Maka Islam menganjurkan ummatnya untuk saling ta’awun
dalam kebaikan saja , dan tidak dibenarkan ta’awun dalam kejahatan ( QS Al
Maaidah:2)
Oleh
karena itu manusia selalu memerlukan oranglain untuk terus mengingatkannya,
agar tak tersesat dari jalan Islam. Allah SWT mengingatkan bahwa peringatan ini
amat penting bagi kaum muslimin[2].
“,
dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat
bagi orang-orang yang beriman” (Adz Dzariyat: 55)
Bahkan
Allah SWT menjadikan orang-orang yang selalu ta’awun dalam kebenaran , dan
kesabaran dalam kelompok orang yang tidak merugi hidupnya. (QS: Al Ashr: 1-3).
Maka hendaknya ummat Islam mngerahkan segala daya , dan upayanya untuk
senantiasa mengadakan tashliihul mujtama’, perubahan ke arah kebaikan, pada
masyarakat dengan memanfaatkan peluang, momen yang ada.
Jika
kita berada di bulan Ramadhan maka bisa melakukan ta’awun, misalnya dengan
saling membangunkan untuk sahur, mengingatkan pentingnya memanfaatkan waktu
selama menjalankan puasa. Mengingatkan agar jangan menyia-nyiakan puasa dengan
amalan yang dilarang syari’at, dsb. Di bulan Syawal, lebih ditingkatkan lagi
dengan hubungan sosial yang berkelanjutan, mengesankan. Bulan Dzulhijjah juga
momen penting untuk merajut kembali benang-benang ukhuwah. Tentu saja hari-hari
selain itu perlu kita tegakkan aktivitas-aktivitas sosial yang memang merupakan
seruan Islam. Berikut adalah sebagian kecil teori social masyarakat islam
dalam berinteraksi, yaitu;[3]
1.
Silaturahim
Islam menganjurkan silaturahim antar anggota
keluarga baik yang dekat maupun yang jauh, apakah mahram ataupun bukan. Apalagi
terhadap kedua orang tua. Islam bahkan mengkatagorikan tindak “pemutusan
hubungan silaturahim” adalah dalam dosa-dosa besar.
“Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR. Bukhari, Muslim)
“Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR. Bukhari, Muslim)
2.
Memuliakan tamu
Tamu dalam Islam mempunyai kedudukan yang amat
terhormat. , dan menghormati tamu termasuk dalam indikasi orang beriman.
“…barangsiapa yang beriman kepada Allah , dan
hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari, Muslim
3.
Menghormati tetangga
Hal ini juga merupakan indikator apakah seseorang itu beriman atau belum.
“…Barangsiapa yang beriman kepada Allah , dan
hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari, Muslim)
Apa saja yang bisa dilakukan untuk memuliakan tetangga, diantaranya:
Apa saja yang bisa dilakukan untuk memuliakan tetangga, diantaranya:
- Menjaga hak-hak tetangga
- Tidak mengganggu tetangga
- Berbuat baik , dan menghormatinya
- Mendengarkan mereka
- Menda’wahi mereka , dan mendo’akannya, dst.
4.
Saling menziarahi.
Rasulullah SAW, sering menziarahi para
sahabatnya. Beliau pernah menziarahi Qois bin Saad bin Ubaidah di rumahnya ,
dan mendoakan: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu serta rahmat-Mu buat
keluatga Saad bin Ubadah”. Beliau juga berziarah kepada Abdullah bin Zaid bin
Ashim, Jabir bin Abdullah juga sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan betapa
ziarah memiliki nilai positif dalam mengharmoniskan hidup bermasyarakat.
“Abu Hurairah RA. Berkata: Bersabda Nabi SAW: Ada seorang berziyaroh pada temannya di suatu dusun, maka Allah menyuruh seorang malaikat (dengan rupa manusia) mengha, dang di tengah jalannya, , dan ketika bertemu, Malaikat bertanya; hendak kemana engkau? Jawabnya; Saya akan pergi berziyaroh kepada seorang teman karena Allah, di dusun itu. Maka ditanya; Apakah kau merasa berhutang budi pa, danya atau membalas budi kebaikannya? Jawabnya; Tidak, hanya semata-mata kasih sayang kepa, danya karena Allah. Berkata Malaikat; Saya utusan Allah kepadamu, bahwa Allah kasih kepadamu sebagaimana kau kasih kepada kawanmu itu karena Allah” (HR. Muslim).
“Abu Hurairah RA. Berkata: Bersabda Nabi SAW: Ada seorang berziyaroh pada temannya di suatu dusun, maka Allah menyuruh seorang malaikat (dengan rupa manusia) mengha, dang di tengah jalannya, , dan ketika bertemu, Malaikat bertanya; hendak kemana engkau? Jawabnya; Saya akan pergi berziyaroh kepada seorang teman karena Allah, di dusun itu. Maka ditanya; Apakah kau merasa berhutang budi pa, danya atau membalas budi kebaikannya? Jawabnya; Tidak, hanya semata-mata kasih sayang kepa, danya karena Allah. Berkata Malaikat; Saya utusan Allah kepadamu, bahwa Allah kasih kepadamu sebagaimana kau kasih kepada kawanmu itu karena Allah” (HR. Muslim).
5.
Memberi ucapan selamat.
Islam amat menganjurkan amal ini. Ucapan bisa
dilakukan di acara pernikahan, kelahiran anak baru, menyambut bulan puasa.
Dengan menggunakan sarana yang disesuaikan dengan zamannya. Untuk sekarang bisa
menggunakan kartu ucapan selamat, mengirim telegram indah, telepon, internet,
dsb.
Sesungguhnya
ucapan selamat terhadap suatu kebaikan itu merupakan hal yang dilakukan Allah
SWT terhadap para Nabinya , dan kepada hamba-hamba-Nya yang melakukan amalan
surga. Misalnya;
“Sampaikanlah
kabar baik, kepada mereka yang suka mendengarkan nasihat , dan mengikuti yang
baik daripa, danya” (Az Zumar: 17).
Maka
Kami memberi selamat kepada Ibrahim akan mendapat putra yang sopan santun
(sabar)”. (Al Maidah: 101),
Rasulullah SAW juga memberikan kabar gembira
(surga) kepada para sahabatnya semisal, Abu bakar RA, Umar bin Khaththab RA,
Utsman RA, Ali RA, dsb.
6.
Peduli dengan aktivitas sosial.
Orang yang peduli dengan aktivitas orang di
sekitarnya, serta sabar menghadapi resiko yang mungkin akan dihadapinya,
seperti cemoohan, cercaan, serta sikap apatis masyarakat, adalah lebih daripada
orang yang pada asalnya sudah enggan untuk berhadapan dengan resiko yang
mungkin mengha, dang, sehingga ia memilih untuk mengisolir diri , dan tidak
menampakkan wajahnya di muka khalayak.
“Seorang mukmin yang bergaul dengan orang lain , dan sabar dengan gangguan mereka lebih baik dari mukmin yang tidak mau bergaul serta tidak sabar dengan gangguan mereka” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, , dan Ahmad).
“Seorang mukmin yang bergaul dengan orang lain , dan sabar dengan gangguan mereka lebih baik dari mukmin yang tidak mau bergaul serta tidak sabar dengan gangguan mereka” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, , dan Ahmad).
7.
Memberi bantuan sosial.
Orang-orang lemah mendapat perhatian yang cukup
tinggi dalam ajaran Islam. Kita diperintahkan untuk mengentaskannya. Bahkan
orang yang tidak terbetik hatinya untuk menolong golongan lemah, atau mendorong
orang lain untuk melakukan amal yang mulia ini dikatakan sebagai orang yang
mendustakan agama.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim, , dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin” (Al Maa’un: 1-3).
2.
Berinteraksi Dengan Non Muslim[4]
-
Muamalah dengan yang setimpal.
- Tidak
mengakui kekufuran mereka.
-
Berbuat yang adil terhadap mereka , dan menahan diri dari mengganggu
mereka.
-
Mengasihani mereka dengan rohamh insaniyah.
-
Menumjukkan kemuliaan akhlaq muslim , dan izzah Islam.
Dari
uraian-uraian di atas jelaslah bahwa Islam menuntut ummatnya untuk menerapkan
perilaku-perilaku kebaikan sosial. Untuk lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa
wujud nyata atau buah dari seorang mu’min yang rukuk, sujud, , dan ibadah
kepada Allah SWT adalah dengan melakukan aktivitas kebaikan. Seorang yang
menyatakan diri beriman hendaknya senantiasa menyuguhkan , menyajikan
kebaikan-kebaikan di tengah masyarakat. Jika setiap orang yang beriman rajin
melakukan hal ini, maka lingkungan kita akan “surplus kebaikan”. Dus, defisit
keburukan.
Sementara
yang terjadi sekarang adalah tata kehidupan sosial masyarakat yang “surplus
keburukan”. Seseorang tidak akan merasa aman membawa uang dalam jumlah besar di
jalan raya, di bus kota. Orang tidak tenang meninggalkan hartanya tanpa a,
danya sistem keamanan yang ketat. Fenomena seperti orang mudah sekali
terprovokasi untuk anarkhi, mudah sekali berkelahi, masalah kecurangan, tipu
menipu dalam perdagangan, , dan sebagainya yang meliputi di hampir setiap bi,
dang kehidupan kita. Semua membuat sesaknya nafas kehidupan ini. Memang
sebenarnya negara ini bukan disesakkan oleh jumlah penduduknya tetapi akhlaq
yang buruklah yang menyesakkan dada.
Atas
atas inilah harus dibuat arus kebaikan, budaya kebaikan, sehingga orang mudah
menemukan kebaikan dimana saja dia berada. Seseorang mudah mendapatkan salam ,
dan senyum ketika bertemu orang lain walaupun belum saling kenal, tidak mudah
curiga terhadap yang lain, banyak orang yang mampu menahan marah, mendapati
orang suka berbuat baik, menolong dsb. Kondisi kehidupan seperti ini layaknya
kehidupan zaman Rasulullah SAW, ataupun para salafush sholeh, dimana banyak
orang berbuat baik tanpa disuruh , dan diminta, hanya kerena mengharap ridho
Allah SWT semata. Kita masih ingat kisah dua orang di zaman salafush shaleh,
se, dang mengadakan tarnsaksi jual beli sebi, dang tanah. Tanah telah dibeli
oleh seorang pembelinya , dan diolah tanah tersebut, ternyata dia mendapatkan
sebatang emas dalam timbunan tanah tsb. Lantas dikembalikannya emas itu kepada
si penjual, tapi ditolaknya, lantaran dia telah menjual semuanya apapun
didalamnya. Namun si penemu emas (pembeli) tak bersedia menerima kembali karena
dia hanya bermaksud membeli tanah. Terjadilah cek-cok saling menolak batangan
emas. Akhirnya diadukan ke qodli, , dan diputuskan dengan adil. Orang yang
menemukan emas menikahkan anak laki-lakinya dengan anak perempuan si penjual
tanah, dengan mahar emas tsb. Maka selesailah masalah.
Demikianlah
jika setiap kita suka berlomba dalam kebaikan maka dampaknya, yang akan
menikmati hasilnya adalah kembali ke kita juga. Yaitu sebuah kehidupan yang
kita impikan, surplus kebaikan.
Di
zaman sekarang ini surplusnya kebaikan hanya terjadi dalam waktu , dan tempat
yang tertentu saja. Misalnya hanya di bualan Ramadhan saja orang menahan marah,
suka shodaqoh, jujur, dsb, , dan setelah itu amalan tersebut langka. Di tempat
tertentu misalnya hanya di seputar Ka’bah ketika bulan Hajji, di sana sering
didapatkan orang memberikan uangnya kepada siapa saja yang ditemuinya, bahkan
ada yang menyebarnya. Di Kuwait ketika Ramadhan telah tiba, saat menjelang
ifthor, banyak warga yang membuka warung makan , dan mempersilakan siapa saja
untuk ifthor di sana, gratis. Sungguh nikmat jika adat seperti itu berjalan di
sepanjang waktu , dan di setiap tempat. Namun yang terjadi setelah bulan itu
berlalu, kehidupan berjalan sebagaimana yang sebelumnya.
Untuk
itu hanya orang-orang mu’minlah satu-satunya manusia harapan untuk menciptakan
peradaban seperti itu.
“Hai
orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu , dan
perbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al Hajj: 77).
3.
Adab Berinteraksi Dengan
Masyarakat
Dengan
atau tanpa da’wah, interaksi dengan masyarakat adalah suatu kemestian sosial.
Bagi seorang muslim untuk menyebarkan rahmat Islam bagi semesta alam tentu
dilakukan dnegan berinteraksi dengan masyarakat. Terlebih jika dikaitkan dnegan
da’wah. Karena karakter da’wah sendiri harus berbaur dengan masyarakat (mukholathoh),
yaitu dengan mukholathoh yang ijabi (positif).
Dengan
demikian thobiah da’wah itu adalah da’wah ammah. Da’wah khoshshoh bukan
merupakan suatu badil (pengganti) bagi da’wah ammah tetapi
lebih merupakan unsur penunjangnya. Karena da’wah ammah belum dapat dimunculkan
sebagaimana mestinya. Berinteraksi dengan masyarakat dimulai dari yang terdekat
dengan kita. Kita melihatnya dengan mizanud da’wah, sementara sikap atau asas
berinteraksi dengan masyarakat adalah mu’amalah bimitsli. Se, dangkan sikap
ta’amul da’wah adalah ‘amilun naas bimaa tuhibbu ‘an tu’aamiluuka bihi.
Bagaimana atau apa yang seharusnya kita berikan kepada masyarakat.
4. Perubahan
social masyarakat
Berikut adalah beberapa pengertian
perubahan social menurut beberapa ahli sosiologi, sebagai berikut;[5]
Kingsley Davis:
perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi masyarakat[1]
William F. Ogburn:
perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material
maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur
kebudayaan material terhadap unsur-unsur immateria
Mac Iver: perubahan sosial adalah
perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau
perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
Gillin dan Gillin:
perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara
hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material,
komposisi penduduk, ideologi,
maupun adanya difusi atau
penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Dalam kehidupan masuia
perubahan-perubahan
social merupakan gejala wajar. Perubahan itu ada yang
lambat adayang cepat.Kita
tahu perubahan yang cepat
sering kali
tidaksesuai dengan
nilai-nilai sosial, yang
seringkali menghilangkan
norma
keagamaan.
Perubahan
sosial di
masyarakat dapat terjadi karena adanyasebab-sebab
yang berasal dari masyarakat sendiri atau yangberasal dari luar
masyarakat ektern dan intern sebagaiman berikut.[6]
a.
Sebab-Sebab
yang Berasal dari Dalam Masyarakat(Sebab Intern)
1)
Dinamika
penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk
2)
Adanya
penemuan-penemuan baru yang berkembang dimasyarakat
3)
Munculnya
berbagai bentuk pertentangan (conflict) dalammasyarakat
4)
Terjadinya
pemberontakan atau revolusi sehingga mampumenyulut terjadinya
perubahan-perubahan
b.
Sebab-Sebab
yang Berasal dari Luar Masyarakat (Sebab Ekstern)
1)
Adanya pengaruh bencana alam.
2)
Adanya
peperangan,3)Adanya pengaruh
kebudayaan masyarakat lainDisini dibutuhkan
keseimbangan
c. Perubahan
evolusi
Perubahan evolusi adalah
perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang
cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan.[7]
Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat,
yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari
usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan
hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada
waktu tertentu.
Menurut Soerjono Soekanto, terdapat tiga teori yang mengupas
tentang evolusi, yaitu[8]:
·
Unilinier Theories of Evolution:
menyatakan bahwa manusia dan
masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, dari yang
sederhana menjadi kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna.
·
Universal Theory of Evolution:
menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap
tertentu yang tetap. Menurut teori ini, kebudayaan manusia telah mengikuti
suatu garis evolusi yang tertentu.
Multilined Theories of Evolution:
menekankan pada penelitian terhadap tahap perkembangan tertentu dalam evolusi
masyarakat. Misalnya, penelitian pada pengaruh perubahan sistem pencaharian
dari sistem berburu ke pertania
d. Perubahan
revolusi
Perubahan revolusi
merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau
perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai
perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau
lembaga- lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Dalam revolusi,
perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana
sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam
tubuh masyarakat yang bersangkutan. [9]
Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat.
Secara sosiologi, suatu
revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain
adalah;[10]
·
Ada beberapa keinginan umum
mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas
terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan
perubahan keadaan tersebut.[1]
·
Pemimpin tersebut dapat
menampung keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta
menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan
arah bagi geraknya masyarakat.
·
Pemimpin tersebut harus dapat
menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut
bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga
suatu tujuan yang abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi
tersebut.
e. Perubahan
yang direncanakan
Perubahan
yang direncanakan adalah perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang telah
direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan
perubahan di dalam masyarakat.[11]
Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change,
yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat
sebagai pemimpin satu
atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan Oleh karena itu, suatu perubahan yang direncanakan selalu di
bawah pengendalian dan [[pengawasan agent of
change.[1] Secara
umum, perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki.
f. Perubahan
yang tidak direncanakan dan contoh
Perubahan yang
tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat.
Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan ini sering membawa
masalah-masalah yang
memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat. Oleh
karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak kapan akan
terjadi.[12]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Interaksi sosial adalah kontak
atau hubungan timbal balik atau interstimulasi , dan respons antar individu,
antar kelompok atau antar individu , dan kelompok” Pendapat lain dikemukakan
oleh Murdiyatmoko , dan Handayani (2004), “Interaksi sosial adalah hubungan
antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang
menghasilkan hubungan tetap , dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan
struktur sosial”
Dalam
kehidupan masuia perubahan-perubahan
social merupakan gejala wajar. Perubahan itu ada yang
lambat adayang cepat.Kita
tahu perubahan yang cepat
sering kali
tidaksesuai dengan
nilai-nilai sosial, yang
seringkali menghilangkan
norma
keagamaan
Dapat disimpulkan bahwa perubahan social mempunyai beberapa bagian
yaitu;
1.
Intern
2.
Ektern
3.
Revolusi
4.
Evolusi
5.
Direncanakan
6.
Tidak direncanakan
B. KRITIK DAN
SARAN
Dari semua makalah yang penulis
selesaikan tentunya mempunyai banyak ataupun sedikit kesalahan, karena penulis
sadar bahwa manusia tidak pernah bias luput dari dari kesalahan meskipun
penulis telah berusaha semaksimal mukmin untuk memnyempurnakan makalah ini.
Untuk itu penulis
memohon dan membuka selebar-lebarnya kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
[1] Soemardjan Selo dan Soeleman Soemardi,
1974, Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta, Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Hlm. 23
[3] ibid
[4] Ibid
[5] Abdulsyani, 1992, Sosiologi Skematika
Teori dan Terapan, Jakarta, Bumi Aksara. Hlm. 10-36
[6] http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_5._PERUBAHAN_SOSIAL_DALAM_MASYARAKAT
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial#cite_note-2
[8] Soekanto, Soerjono, 1987, Sosiologi Suatu
Pengantar, Jakarta, Rajawali Press. Hlm.18
[9] Susanto, Astrid, 1985, Pengantar
Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung, Bina Cipta. Hlm. 28
[10] Opcit. Abdulsyani 10-36
[11] Soemardjan Selo dan Soeleman Soemardi,
1974, Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta, Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Hlm. 23
[12] Ibid Abdulsyani 10-36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar